Menulis, merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang kita pelajari sejak duduk di bangku sekolah. Bahkan, orang tua kita mungkin sudah mengajarkan mengenai cara menulis sejak dini. Sebagian besar orang mungkin lihai dalam kemampuan ini, akan tetapi jika menulis sebuah karya, mungkin bagi sebagian orang akan menganggap bahwa menulis karya sastra adalah hal yang sulit. Karya sastra merupakan sebuah ciptaan yang diciptakan oleh penulis dengan tujuan tertentu. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa karya sastra adalah hasil sastra, baik berupa puisi, prosa, maupun lakon. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia biasanya siswa diajarkan mengenal kajian sastra. Pada kajian sastra inilah siswa akan diperkenalkan mengenai jenis-jenis karya sastra. Umumnya di sekolah diajarkan tiga jenis karya sastra, yakni prosa, puisi dan drama. Sayangnya antusias siswa terhadap karya sastra sangat minim, mereka hanya membuat karya sastra saat diinstruksikan oleh guru mereka. Jika di luar pelajaran maka minat mereka sangat rendah. Biasanya mereka lebih suka membaca karya sastra seperti novel dan cerpen, mereka lebih suka menjadi penikmat daripada penulis. Rendahnya minat siswa terhadap menulis karya sastra, terlihat pada rendahnya minat siswa yang mengikuti kelas menulis puisi. Lebih tepatnya tiga bulan yang lalu penulis melaksanakan PPL di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan, salah satu program kerja dari PPL tersebut adalah mengadakan kelas menulis puisi. Namun, hanya beberapa siswa saja yang mendaftar. Berbagai alasan diungkapkan oleh siswa. Berikut adalah beberapa ketakutan yang kerap dialami oleh siswa dalam menulis karya sastra, diantaranya yaitu: 1. Tidak percaya diri Tidak PD (Percaya diri) mungkin hal yang kerap terjadi bagi seorang penulis. Mereka biasanya tidak PD dengan karya yang dihasilkan, menganggap bahwa karyanya tidak sebagus karya orang lain. Padahal pemikiran seperti ini perlu diubah, bagaimanapun hasil karya kita maka itu adalah sebuah karya yang patut kita apresiasi. Jika merasa karya yang dihasilkan kurang sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka kita perlu mengevaluasi karya kita. Jangan sampai kita down dan tidak mau menulis lagi. 2. Tidak sempat Sebagai seorang siswa tentu saja memiliki banyaknya kesibukan. Mulai dari belajar, mengikuti ekstrakurikuler, atau mengikuti organisasi. Namun, jika kita ingin berkarya maka sempatkanlah waktu diantara segala kesibukan tersebut. Misalnya saat sedang menunggu sesuatu, mungkin kita bisa menulis ide cerita dalam note atau di gawai kita. Yang nantinya saat kita sempat kita bisa mengembangkan ide cerita tersebut menjadi sebuah karya. 3. Merasa tidak bakat Banyak siswa yang tidak mau menulis karya sastra lantaran merasa dirinya tidak memiliki bakat dalam menulis. Padahal mereka belum mencobanya, tapi sudah mengatakan demikian. Ada salah satu siswa yang mengikuti kelas menulis puisi, sebelumnya ia mengatakan bahwa ia tak pernah membuat puisi. Namun, saat kegiatan puisi berantai ia cukup mahir dalam membuat puisi. Maka hal ini membuktikan, jika kita mau mencoba dan berusaha maka kita akan bisa. 4. Bingung memulai Bagi penulis pemula mungkin akan bingung bagaimana memulai membuat sebuah karya. Maka hal yang perlu dilakukan adalah mencatat ide, kemudian setelah mencatat ide kita perlu menentukan judul dan membuat kerangka. Jika membuat puisi mungkin kita bisa secara langsung menulis bait bait puisi, namun jika ingin membuat sebuah cerpen maka perlu menentukan kerangka kemudian mengembangkan kerangka tersebut. Kita perlu menyingkirkan pemikiran-pemikiran di atas dan memulai menulis karya sastra. Karena dengan berkarya kita akan memperoleh berbagai manfaat. Diantaranya, dengan menulis karya sastra maka dapat menjadikan sebagai media dalam mengekspresikan diri. Di zaman yang modern ini siswa menggunakan media sosial untuk mengekspresikan diri, misalnya dengan membuat status di Facebook dan WhatsApp. Dengan menulis maka siswa dapat merubah kebiasaan tersebut dan dapat mengekspresikannya melalui sebuah karya sastra. Selain itu, jika tulisan kita dimuat dalam surat kabar atau web, maka jika tulisan kita terbit akan mendapat honor. Meski tak semua surat kabar dan web menyediakan honor, namun setidaknya tulisan kita dapat dibaca oleh khalayak umum dan tersampaikan pesannya kepada para pembaca. Tak hanya itu, dengan menulis maka tulisan kita dapat dijadikan sebagai jejak sejarah. Jika gajah mati meninggalkan gading, maka sebagai penulis kita bisa meninggalkan karya. Sebagai siswa, mungkin banyak kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan. Akan tetapi jika kamu memiliki hobi menulis, maka luangkanlah diri untuk menulis. Serta janganlah takut untuk mencoba, kita tidak akan tahu kita memiliki bakat menulis karya sastra atau tidaknya, jika kita tidak pernah mencoba. Selain itu pada saat ini cukup banyak platform dan aplikasi untuk menulis yang bisa kita coba untuk menyalurkan tulisan kita, sebut saja aplikasi Wattpad. Pada aplikasi tersebut pengguna bisa membaca karya orang lain, selain itu pengguna juga bisa menjadi penulis dan membuat karya. Jika kita ulet bisa saja tulisan kita dilirik oleh penerbit. Maka menulislah dahulu, editing kemudian. (*) *Penulis: Amelia Yuliyanti, merupakan mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Peradaban, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Beberapa karya penulis berupa puisi dan cerpen yang terhimpun dalam buku antologi, novel Saudade, serta artikel opini yang terbit dalam beberapa surat kabar.