Kelangkaan Pupuk di Lumajang Diduga Hanya Beda Persepsi, Ini Penjelasannya

- Senin, 28 November 2022 | 19:54 WIB
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Lumajang, Iskhak Subagio, S.E , (berkacamata) dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Ir. Hairil Diani, MSi, (baju batik).
Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Lumajang, Iskhak Subagio, S.E , (berkacamata) dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Ir. Hairil Diani, MSi, (baju batik).

Lumajang, Jatim Hari Ini – Kelangkaan pupuk subsidi di Lumajang, diduga hanya beda persepsi antara pemerintah dengan masyarakat atau petani. Pasalnya, pemerintah pusat terus mengurangi alokasi pupuk subsidi tiap tahunnya, bahkan hingga ditiadakan untuk mengurangi residu kimia. Dari sekitar 40 komoditas pertanian, kini hanya tersisa 9 jenis tanaman yang bisa menggunakan pupuk subsidi. Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Lumajang, Iskhak Subagio, S.E , mengatakan, kelangkaan yang dikeluhkan masyarakat selama ini, sebetulnya tidak langka. Sebab barangnya ada, alokasinya ada dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK)nya pun ada. Menurutnya, masyarakat bilang langka, karena rata-rata petani yang bersangkutan tidak terdaftar dalam RDKK. Sehingga, ketika petani datang ke kios, oleh pemilik kios dibilang tidak ada. Padahal tidak ada jatah alokasi subsidi bagi petani yang tidak masuk dalam RDKK. “Petani kita ini memang sulit, saat didata seolah tidak butuh. Ketika butuh pupuk, minta dilayani. Padahal kios terikat aturan agar tidak melayani petani di luar RDKK,” ungkap Iskhak kepada jatimhariini.co.id, Senin (28/11/2022). Pupuk subsidi yang diajukan ke pemerintah pusat, realisasinya hanya sekitar 50 persen dari jumlah yang diajukan, sehingga jumlahnya terbatas. Sehingga muncullah oknum-oknum nakal yang memanfaatkan keterbatasan barang tersebut, dengan menjual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk mencari keuntungan. “Pupuk subsidi ini bukan barang dagangan, sehingga hanya ada istilah disalurkan atau didistribusikan hingga ke petani dengan harga yang telah ditentukan. Jadi masalah terbesarnya adalah pelanggaran HET,” jelasnya. Ia menyebut, pemerintah pusat telah menandatangani perjanjian internasional untuk mengurangi residu kimia. Sehingga petani diharapkan mampu menggunakan pupuk alternatif, semisal pupuk organik. “Harapan kita, pemerintah daerah bisa membuat regulasi yang merangsang kelompok tani untuk menggunakan pupuk alternatif. Setidaknya ada apresiasi bagi kelompok yang sudah beralih ke organik,” katanya. Sementara, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), Ir. Hairil Diani, MSi, menyampaikan, kuota pupuk subsidi yang turun ke Lumajang belum bisa dikatakan memenuhi kebutuhan sesuai RDKK. Bahkan setelah diajukan penambahan kuota. Semula pupuk Urea hanya mendapat 70 persen dari total yang diajukan, setelah diajukan pembahan baru bisa 100 persen. Sedangkan Phonska hanya 63 persen, yang sebelumnya hanya terealisasi 37 persen. “Hasil pantauan dan evaluasi kita, memang sering terjadi keterlambatan distribusi. Sehingga dianggap pupuk langka. Dari segi harga, belum ada temuan melebihi HET. Jika ada kesepakatan di internal kelompok, misal ada biaya transportasi, itu sah-sah saja,” paparnya. Ia mengimbau, petani yang belum masuk kelompok agar segera mendaftarkan diri. Karena pendataan pupuk subsidi harus berbasis kelompok. “Sesuai Permentan 10 Tahun 2022, yang mendapatkan jatah hanya tanaman padi, jagung, kedele, cabe, bawang merah, bawang putih, kopi, coklat dan tebu. Selain itu tidak dapat pupuk subsidi,” pungkasnya. (rus/tej)

Editor: Redaksi Jatim Hari Ini

Tags

Terkini

X