Oleh: Pierre Suteki
Jatim Hari Ini - Menikah beda agama kini sudah terang benderang kepastian hukumnya, pasca Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pemohon untuk melegalkan pernikahan beda agama melalui Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022, perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
MK menilai tidak ada urgensi untuk bergeser dari pendirian mahkamah pada putusan-putusan sebelumnya (2014). Selain itu, dalil pemohon terkait Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 8 huruf F UU No 1 Tahun 1974 dinilai tidak beralasan menurut hukum. MK juga berpendapat bahwa perkawinan tidak boleh hanya dilihat dari aspek formal saja, melainkan juga aspek spiritualitas agama dan sosial.
Agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan undang-undang menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.
Kendatipun telah jelas kepastian hukumnya, ternyata kasus kawin beda agama di Indonesia sangat banyak. Detik.com mewartakan bahwa pernikahan beda agama yang berlangsung di sebuah gereja di Semarang viral.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, pernikahan beda agama yang viral itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
"Peristiwa pernikahan beda agama yang viral di media sosial itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama atau KUA," ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/3/2022).
Bagaimana sebenarnya dalam pandangan hukum, pernikahan beda agama itu seperti apa? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada 4 hal yang perlu dilakukan sebagai argumen yang melatarbelakanginya, sebagai berikut:
Pertama, kita lihat dari UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pada Pasal 2 Ayat 1 berbunyi perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Ayat 2 berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, kita nilai dari Fatwa MUI. Fatwa MUI bahwa pernikahan beda agama haram dan tidak sah. Hal itu dimuat dalam Fatwa MUI Nomor: 4/Munas VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama.
Ketiga, Putusan MK. Aturan soal menikah beda agama beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun MK hingga kini belum mengabulkan. Nikah beda agama tetap tidak diperbolehkan sesuai UU Perkawinan.
Upaya uji materi UU pernikahan sempat diajukan ke MK tahun 2014 yang lalu oleh sejumlah nama, yakni Damian Agata Yuvens, dkk. Fokus gugatannya pada pasal 2 ayat (1) UU ini, yang mengatur keabsahan pernikahan harus berdasarkan agama.
Artikel Terkait
Pembangunan Sarana Tambahan RS Bhayangkara Semarang Mulai Dikerjakan
Terduga Otak Penembakan Istri Prajurit TNI di Semarang Meninggal di Rumah Orang Tua
Hubungkan Banyuwangi-Semarang, KA Blambangan Ekspress Mulai Beroperasi